Senin, 07 Desember 2009

Karya Tulis

KOMBINASI MEDIA FILM DAN PENDEKATAN RETORIKA

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS

oleh Maryadi

(mahasiswa Universitas Negeri Semarang)



Abstrak

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang produktif yaitu dengan mencurahkan gagasan, ide yang dimiliki ke dalam media tulis. Seringkali dalam suatu pembelajaran, guru hanya menjelskan teori tentang menulis (mengarang) tetapi tanpa didukung dengan praktek yang intensif. Hal seperti itu membuat sisw tidak terampil dalam menulis. Dalam pembelajaran, sering ditemukan sebagian siswa yang dapat mencurahkan gagasannya secara lisan, tetapi sulit untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Film merupakan media pembelajaran yang menarik bagi siswa, sedangkan pendekatan retorika merupakan suatu cara dimana siswa diberi kebebasan untuk mencurahkan gagasan yang dimiliki dengan bahasa sendiri tanpa terikat aturan.


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan karya tulis ini yaitu:


a. Memberi alternatif bagi guru dalam mengajarkan menulis (mengarang), yaitu dengan mengkombinasikan media film dan pendekatan retorika.

b. Dengan pembelajaran tersebut, diharapkan suasana pembelajaran lebih menarik sehingga siswa merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran.


Sumber data yang diperoleh dalam karya tulis ini berasal dari siswa dan guru. Teknik pengumpulan data dilekukan dengan cara teknik nontes dan tes. Teknik nontes dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi foto. Sedangkan teknik tes dilakukan dengan memberikan penilaian kepada siswa setelah mengerjakan soal. Data tes yang diperoleh diolah dalam bentuk data kuantitatif, sedangkan data nontes diolah dalam bentuk data kualitatif.


Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa menulis (mengarang) merupakan dapat diajarkan secara bertahap. Dengan pendekatan retorika, kita dapat menuntun siswa untuk lebih bebas berekspresi dalam mencurahkan gagasan yang dimiliki dengan bahasa sendiri. Media film digunakan untuk menuntun siswa agar apa yang dicurahkan siswa tidak melenceng dari apa yang dibicarakan (topik dalam film). Dengan mengkombinasikan antara media film dan pendekatan retorika dengan pelaksanaan yang tepat, guru dapat melatih keterampilan siswa dalam menulis (mengarang).


Kata kunci: media film, pendekatan retorika, menulis (mengarang).


BAB I PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Permasalahan


Keterampilan berbahasa seperti keterampilan membaca, menyimak, berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling terkait. Keempatnya saling menunjang satu sama lain. Dengan membaca dan menyimak akan mendapatkan ide, gagasan, informasi untuk dikembangkan. Sedangkan dengan berbicara dan menulis, informasi, ide, gagasan itu diungkapkan baik dengan lisan dan tulisan. Keempat elemen kompetensi berbahasa itu memiliki fungsi dan kedudukan yang kurang lebih sama. Keterampilan membaca referensi, baik tulisan orang lain maupun tulisan sendiri, menjadi bagian penting dalam proses penulisan. Keterampilan ini juga memiliki kedudukan yang strategis dalam proses penulisan. Wujudnya dapat berupa diskusi dengan sejawat, baik untuk mengembangkan fakta atau mengklarifikasi materi sebelum, selama proses, dan setelah penulisan. Keterampilan mendengarkan digunakan untuk menjaring pendapat orang lain yang mungkin relevan dengan bahan yang akan ditulis. Keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis akan bermakna jika dilengkapi dengan penguasaan kaidah-kaidah kebahasaan seperti tanda baca, ejaan, tata kalimat, dan tata makna.


Pembelajaran menulis (mengarang) saat ini sangat ditakuti siswa karena dianggap sulit. Hal itu dikarenakan siswa hanya dibiasakan diberi banyak teori dengan sedikit praktik. Pembelajaran yang kurang menarik dari guru menjadi factor utama yang menyebabkan siswa bosan dan tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasilnya siswa tidak memahami apa yang diajarkan.


Media pembelajaran juga menjadi bagian penting dalam suksesnya suatu pembelajaran. Media yang menarik dan cara mengajar yang benar dan menyenangkan tentunya akan mengundang antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga diharapkan siswa akan lebih memahami tentang apa yang diajarkan gurunya. Dalam hal inilah kreativitas guru akan diuji untuk mengemas pembelajaran dan menciptakan pembelajaran yang inovatif sehingga disukai siswa.


Film merupakan salah satu media pembelajaran yang berbentuk audiovisual. Dengan pemutaran film, siswa dapat melihat dan mengamati ide atau gagasan yang ditampilkan untuk dikembangkan. Untuk menarik minat siswa, guru dapat menggunakan media yang berupa film ini sebagai alternative dalam meningkatkan keterampilan menulis (mengarang). Terkadang dalam pembelajaran, siswa bisa mengungkapkan ide yang dimiliki secara lisan, tetapi sulit mengungkapkannya dengan tulisan. Untuk itu perlu pembelajaran yang bertahap dalam melatih keterampilan menulis tersebut. Hal inilah yang menjadi focus penulisan karya ilmiah ini yaitu Kombinasi Media Film Dan Pendekatan Retorika Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis.


Diharapkan karya ilmiah ini dapat menjadi solusi guru dalam meningkatkan keterampilan menulis (mengarang) siswa yang begitu rendah dengan suatu pembelajaran yang menarik sehingga pemebelajaran akan berjalan lebih kondusif dan menyenangkan.


1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah yang tersurat diatas, siswa mengalami kesulitan mengekspresikan pemikirannya secara tertulis. Jika secara lisan siswa mampu menjelaskan pemikirannya sedangkan secara tertulis kurang mampu, maka diduga ada pola ekspresi lisan dan tulisan yang berbeda. Permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana meningkatkan keterampilan menulis (mengarang) dengan mengkombinasikan media film dan pendekatan retorika.


1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:


1. Bagi guru, yaitu sebagai alternatif dalam mengelola suatu pembelajaran, terutama pembelajaran menulis.
2. Bagi siswa, dengan pembelajaran yang seperti ini, dapat menarik minat dalam mengikuti pembelajaran sehingga pembelajarn menjadi menarik dan menyenangkan.




BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Hakikat Menulis


Menurut Tarigan (Subyantoro 2009: 122), menulis adalah melukiskan atau menurunkan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut apabila orang itu memahamibahasa dan grafik itu.


Kecakapan menulis adalah kecakapan menuangkan gagasan ke dalam bentuk karangan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Kecakapan menulis ini ditunjang dengan kecakapan mendengar, berbicara, dan membaca. Tiap keterampilan dalam penggunaan bahasa mendukung kemampuan berbahasa dan sekaligus kemampuan berkomunikasi dengan orang lain (Rustono dkk 2006:3).


Menulis adalah suatu proses berpikir yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Ide atau gagasan tersebut kemudian dikembangkan dalam wujud rangkaian kalimat-kalimat. Bila menulis dikaitkan dengan kegiatan membaca pada prinsipnya adalah menulis untuk dibaca oleh orang lain, agar orang lain dapat memahami tulisan tersebut dituntut adanya bahasa yang sama. Di samping itu, suatu pikiran agar dapat dibaca juga dituntut adanya keterampilan bagi penulis untuk dapat menyusun gagasan-gagasan tersebut secara logis, diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik, didasarkan pada pengalaman, ditingkatkan melalui latihan terpimpin (Subyantoro 2009: 123)


Hakikat pembelajaran menulis menurut Tarigan (Subyantoro 2009: 126) adalah (1) membantu siswa memahami caramengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis, (2) mendorong siswa mengekspresikan diri secara bebas dalam bahasa tulis, dan (3) membantu siswa menggunakan bentuk bahasa yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.


2.2 Film


Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Kamera film menggunakan pita seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi). Butiran silver halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses cuci film, silver halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam, sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut bersama cairan pengembang.


Dalam pembelajaran, film yang cocok bagi siswa adalah film yang disukai siswa, sesuai dengan kondisi siswa dan memberikan nilai-nilai moral yang baik bagi siswa. Selain itu, durasi film tidak boleh terlalu panjang agar tidak menyita banyak waktu dalam pembelajaran. Penggunaan film sebagai media dalam pembelajaran ini pastinya akan lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa.


2.3 Pendekatan Retorika


Bahasa merupakan alat ekspresi manusia akibat dari tanggapan dirinya terhadap orang lain atau lingkungan tertentu. Tanggapan ini akan membentuk pola kebiasaan, termasuk pola berekspresi dengan bahasa atau dikenal dengan istilah retorika. Siswa sebagai individu dalam kebudayaan tentunya memiliki kebiasaan pola berekspresi atau pola retorika yang sesuai dengan kebudayaan yang mereka ada di dalamnya.


Selama ini retorika berbahasa Indonesia antara di masyarakat dan di sekolah memiliki perbedaan. Pembakuan-pembakuan bahasa, khususnya teori mengarang, yang dilakukan cenderung mengadopsi konsep dari bahasa asing. Hal ini belum tentu cocok dengan enyataan sebenarnya di masyarakat bahasa Indonesia. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, siswa sebagai bagian anggota masyarakat menyerap (lebih banyak dalam bentuk lisan) pola berekspresi yang khas Indonesia. Sementara di sekolah dalam belajar mengarang teori-teorinya diambil dari pola retorika bahsa asing. Dugaan ini menjadi focus penelitian ini dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kemampuan mengarang siswa.


Pembicaraan retorika dalam hal ini berkaitan dengan aspek kutural yang dikemukakan Kaplan (1972) tentang teori fungsional retorika. Kaplan menyatakan bahwa logika yang menjadi dasar retorika berkembang dalam lingkup budaya dan ia tidak bersifat universal. Demikian juga retorika, tidak bersifat universal tetapi bervariasi dari satu budaya ke budaya yang lain, bahkan dari waktu ke waktu di dalam suatu budaya tertentu (Triyanto 2002: 9).


Berdasarkan pembicaraan tersebut, pengajaran mengarang yang akan dilakukan adalah dengan langkah-langkah:


1. Melatih siswa dalam mengarang dengan cara membebaskan siswa dari aturan retorika berdasarkan teori mengarang yang selama ini diajarkan. Kegiatan ini bertujuan agar siswa bebas berekspresi dengan pola retorikanya sendiri. Topic karangan didiskusikan antara guru dan siswa.
2. Menyadarkan siswa tentang keperbedaan pola retorika tersebut dalam bentuk diskusi dan pemahaman tentang karangan yang dibuat pada langkah 1
3. Setelah langkah 1 dan 2 dianggap memadai, selanjutnya siswa dilatih membuat karangan singkat yang sesuai dengan pola retorika seperti yang diajarkan.


Berdasarkan deskripsi perubahan hasil belajar mengarang, secara tahap demi tahap (gradual) dengan tindakan guru yang didasarkan pada pendekatan pola retorika diharapkan dapat disimpulkan bahwa latihan mengarang sebaiknya memperhatikan hal-hal seperti berikut agar latihan menulis (mengarang) dalam pengajaran mengarang mengalami perbaikan.


1. Hambatan psikologis dalam latihan mengarang dapat dikurangi dengan mengurai aturan-aturan yang kaku dan baku pada tahap-tahap awal latihan. Dengan kata lain, guru perlu mempertimbangkan kebiasaan siswa dan kebebasan dalam berkspresisebagai dasar dan awal kegiatan mengarang.

2. Pola ekspresi siswa apapun bentuknya jangan dianggap sebagai sesuatu yang keliru.

3. Latihan mengarang lebih utama daripada penjelasan mengarang.

4. Secara bertahap guru menjelaskan dan menyadarkan adanya pola retorika yang berbeda-beda, khususnya pola siklik (timur) dan pola langsung (bahasa inggris). Siswa menyadari bahwa berekspresi dengan tulisan memiliki perbedaan dengan ekspresi lisan, khususnya yang terkait dengan retorika budaya.

5. Pengajaran mengarang dilaksanakan secara bertahap (juga kontekstual dan terpadu) dengan memperhatikan faktor budaya.



BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Data dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari siswa dan guru setelah peneliti melakukan observasi. Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti, dapat simpulkan bahwa banyak sebagian siswa SMP yang bisa berbicara/bercerita tetapi tidak mampu menuangkan yang diucapkan itu ke dalam bentuk tulisan. Untuk itulah pendekatan retorika digunakan agar siswa lebih bias menuangkan gagasan yang dimiliki. Media film yang digunakan berupa film singkat dengan durasi kurang lebih 20-30 menit. Tentunya film yang digunakan adalah film yang menarik bagi siswa dan erat kaitannya dengan kehidupan sekitar.


3.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalan teknik tes dan nontes. Teknik tes digunakan untuk mengukur tingkat kemammpuan siswa dalam menyimak, berbicara, dan menulis (mengarang). Sedangkan tekinik nontes dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi foto. Dengan teknik tes, siswa diajak untuk menyimak film yang diputar oleh guru. Kemudian siswa diminta untuk menceritakan film tersebut dengan bahasa sendiri dan menuliskannya dalam bentuk karangan (mengarang).


Dengan teknik tes dan nontes inilah peneliti mengumpulkan data-data dari siswa yang dibutuhkan dalam penelitian yang berupa tingkat keterampilan siswa dalam menyimak film, menceritakan film dan menuliskan apa yang diceritakan dengan bahasa yang baik dan benar.


3.3 Teknik Analisis Data


Data tes dianalisis dengan teknik kuantitatif, sedangkan data nontes dianalisis dengan teknik kualititif.


3.3.1 Teknik Kuantitatif ( Analisis Data Tes )


Hasil analisis data tes diperoleh dari hasil tes siswa. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam tes ini adalah:

1. Peneliti memutarkan sebuah film untuk disimak siswa.

2. Setelah selesai menyimak, siswa diminta untuk menceritakan film tersebut dengan bahasanya sendiri (tidak terpaku pada bahasa baku).

3. Setelah bercerita, siswa diminta menuangkan cerita tersebut kedalam bentuk tulisan.


3.6.2 Teknik Kualitatif ( Analisis Data Nontes )


Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif. Data kualitatif ini diperoleh dari data nontes, yaitu data observasi, wawancara dan dokumentasi foto. Hasil analisis tersebut untuk mengetahui tingkat kesukaran siswa dalam pembelajaran menulis, sehingga perlu adanya peningkatan.



BAB IV PEMBAHASAN


4.1 Pembelajaran Menulis dengan Media Film dan Pendekatan Retorika.


Menulis merupakan salah satu pembelajaran dalam bahasa Indonesia yang paling ditakuti siswa. Hal itu dikarenakan siswa kurang dilatih untuk selalu terampil menulis dan mencurahkan ide atau gagasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, guru hanya memberi teori tanpa praktik, sehingga siswa tidak terbiasa untuk menulis (mengarang). Dalam kasus pembelajaran di sekolah, ada beberapa siswa yang mampu berbicara (bercerita) dengan lancer, tetapi tidak mampu menuangkannya dalam bentuk tulisan. Karena itulah media yang berupa film yang dikombinasikan dengan pendekatan retorika diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut sehingga keterampilan menulis (mengarang) meningkat.


Media film merupakan salah satu cara yang digunakan agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga siswa lebih antusias. Film yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah film dengan durasi singkat sekitar 20-30 menit agar dalam satu kali pembelajaran itu tidak menyita banyak waktu. Selain itu, film tersebut juga harus menarik dan dekat dengan kehidupan siswa sehingga siswa lebih mudah memahami. Dalam pembelajaran menulis (mengarang), media film ini disimak oleh siswa untuk diceritakan kembali dengan bahasa sendiri lalu menulisnya dalam bentuk kalimat-kalimat yang sesuai.


Agar siswa lebih mudah untuk meningkatkan keterampilan menulisnya dan membuat siswa lebih memahami dalam pembelajaran, maka salah satu pendekatan yang diberikan adalah pendekatan retorika. Dalam pendekatan ini, siswa diberi kebebasan untuk mencurahkan semua yang dimiliki dengan bahasa mereka sendiri. Dalam pembelajaran ini, siswa mencurahkan (bercerita) gagasan dari apa yang mereka lihat dari pemutaran film. Yang diceritakan haruslah sasuai dengan apa yang dilihat. Media film dalam hal ini berguna menuntun siswa untuk lebih bisa bercerita dari apa yang dilihat secara runtut atau tidak melenceng dari cerita.


Ketika siswa bercerita dengan bahasa mereka sendiri, siswa bisa mengingat apa yang diceritakan untuk ditulis menjadi sebuah karangan yang merupakan isi cerita dari film yang diputar. Kegiatan menulis (mengarang) ini dapat dilakukan dengan menuliskan hal-hal yang paling menarik atau menjadi pusat perhatian siswa katika menyimak untuk menjadi sebuah kerangkan karangan untuk dikembangkan menjadi sebuah karangan yang lengkap dan menarik.


4.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Menulis (Mengarang) Dengan Media Film dan Pendekatan Retorika


Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran menulis (mengarang) dengan media film dan pendekatan retorika adalah sebagai berikut:

1. Guru memutar sebuah film, sedangkan siswa menyimak dengan teliti.

2. Setelah film selesai diputar, guru melatih siswa dalam menulis (mengarang) dengan cara membebaskan siswa dari aturan pola retorika berdasarkan teori mengarang yang selama ini diajarkan. Kegiatan ini bertujuan agar siswa bebas berekspresi dengan retorikanya sendiri. Topik karangan sesuai dengan film yang diputar tersebut.

3. Setelah itu, guru menyadarkan siswa tentang keperbedaan pola retorika tersebut dalam bentuk diskusi dan pembahasan tentang karangan yang dibuat pada langkah pertama.

4. Setelah langkah 1 dan 2 dianggap memadai, selanjutnya siswa dilatih untuk membuat karangan jenis teks ekspositori singkat yang sesuai dengan pola retorika asing seperti yang selama ini diajarkan.


Berdasarkan deskripsi perubahan hasil belajar mengarang, secara tahap demi tahap (gradual) dengan tindakan guru yang didasarkan pada pendekatan pola retorika diharapkan dapat disimpulkan bahwa latihan mengarang sebaiknya memperhatikan hal-hal seperti berikut agar latihan menulis (mengarang) dalam pengajaran mengarang mengalami perbaikan.

1. Hambatan psikologis dalam latihan mengarang dapat dikurangi dengan mengurai aturan-aturan yang kaku dan baku pada tahap-tahap awal latihan. Dengan kata lain, guru perlu mempertimbangkan kebiasaan siswa dan kebebasan dalam berkspresisebagai dasar dan awal kegiatan mengarang.

2. Pola ekspresi siswa apapun bentuknya jangan dianggap sebagai sesuatu yang keliru.

3. Latihan mengarang lebih utama daripada penjelasan mengarang.

4. Secara bertahap guru menjelaskan dan menyadarkan adanya pola retorika yang berbeda-beda, khususnya pola siklik (timur) dan pola langsung (bahasa inggris). Siswa menyadari bahwa berekspresi dengan tulisan memiliki perbedaan dengan ekspresi lisan, khususnya yang terkait dengan retorika budaya.

5. Pengajaran mengarang dilaksanakan secara bertahap (juga kontekstual dan terpadu) dengan memperhatikan faktor budaya.



BAB V PENUTUP


Simpulan:


Menulis (mengarang) merupakan salah satu keterampilan yang dapat diajarkan secara bertahap. Dengan pendekatan retorika, kita dapat menuntun siswa untuk lebih bebas berekspresi dalam mencurahkan gagasan yang dimiliki dengan bahasa sendiri. Media film digunakan untuk menuntun siswa agar apa yang dicurahkan siswa tidak melenceng dari apa yang dibicarakan (topik dalam film).

Untuk itu, dengan mengkombinasikan antara media film dan pendekatan retorika dengan pelaksanaan yang tepat, guru dapat melatih keterampilan siswa dalam menulis (mengarang).


Saran:


1. Dalam pembelajaran ini, siswa tidak boleh dikekang untuk mencurahkan gagasannya.
2. Penciptaan suasana pembelajaran yang menarik akan membuat siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, sehingga dengan mengkombinasikan antara media film dan pendekatan retorika tentunya akan dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa terutama mengarang dan pembelajaran tidak berlangsung membosankan.




DAFTAR PUSTAKA



Triyanto, Agus. 2002. Pembelajaran, Pengembangan, dan Eveluasi Keterampilan Menulis. Semarang: Lemlit UNNES.


Rustono,Tommy Yuniawan. 2006. Panduan Penulisan Karya,Ilmiah. Semarang: UNNES Press.


Subyantoro, 2009. Penelitan Tindakan Kelas (edisi Revisi). Semarang: CV. Widya Karya Semarang bekerjasama dengan Badan Penerbt Undip.


Galih. 2008. Bahas Film Bareng: Pengertian Film. Online (http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html) [acceced 03/25/2009].